Minggu, 24 Februari 2019

MUDA, MURA, MURI


Dalam konsep Toyota Production System (TPS) telah dikenal dengan prinsip 3M, yaitu Muda, Mura, Muri. Prinsip 3M berasal dari Jepang, bila ingin meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja pada suatu area, maka ketiga pronsip ini harus dihilangkan atau dieliminasi. Lalu pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan Muda, Mura, Muri? berikut ini adalah penjelasannya.
1. Muda
Muda artinya segala kegiatan yang tidak menambah nilai, sehingga dianggap sebagai tindakan yang sia – sia. Dalam lean manufacturing, Muda disebut sebagai waste (pemborosan). Ada 7 waste yang harus dihilangkan agar dapat meningkatkan produktivitas. Antara lain adalah transportasi, inventory, motion, waiting time, over production, over processing, defect. Ketujuh waste ini dalam lean manufacturing disingkat sebagai ''TIMWOOD''.
2. Mura
Mura artinya ketidak seimbangan, ketimpangan, atau ketidak merataan. Contoh dari mura adalah pemberian pekerjaan yang tidak merata di suatu lini produksi, sehingga mengakibatkan bottleneck pada lintasan produksi. Salah satu cara untuk menghilangkan mura yaitu dengan melakukan time study untuk menyesuaikan beban kerja sesuai dengan kemampuan operator atau mesin.
3. Muri
Muri artinya pembebanan yang berlebihan. Muri erat kaitannya dengan mura, karena sebenarnya beban kerja yang berlebihan kepada operator atau mesin disebabkan karena ketidak seimbangan pembagian kerja. Oleh karena itu, apabila mura berhasil dihilangkan maka secara otomatis muri akan mengikuti.
Timbulnya masalah mura dan muri sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh pengambilan keputusan dari atasan tentang pembagian pekerjaan yang kurang tepat. Apabila mura dan muri tidak segera ditangani, maka akan terjadi kelelahan pada operator, dan kerusakan pada mesin produksi. Pentingnya seorang atasan dalam membagikan tugas ke bawahan adalah hal yang mutlak.
Masalah mura dan muri yang terjadi di lintasan produksi bisa diselesaikan dengan melakukan line balancing (keseimbangan lintasan). Line balancing bisa diterapkan dengan mempelajari time study untuk mengukur ketepatan cycle time (waktu siklus) dari masing – masing proses. Setiap proses pekerjaan harus sesuai dengan cycle time (waktu siklusnya). Jika tidak, maka akan terjadi ketidak seimbangan karena pembebanan pekerjaan yang tidak tepat, sehingga terjadi bottleneck pada lintasan produksi.
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya 

Sabtu, 23 Februari 2019

GENBA, GENBUTSU, GENJITSU

Genba, genbutsu dan genjitsu adalah 3 konsep kata yang berasal dari bahasa jepang. Genba artinya lokasi sebenarnya. Genba adalah lokasi dimana sedang dilakukannya suatu pekerjaan. Genbutsu artinya pergi untuk melihat kejadian. Sedangkan genjitsu artinya data yang sebenarnya.
Ketiga kata tersebut dikenal dengan prinsip ‘’3 GEN’’. Taiichi Ohno ilmuwan berkebangsaan Jepang telah mengenalkan prinsip 3 GEN ini untuk diterapkan pada Toyota Production System (TPS) untuk mempermudah dalam melakukan kaizen (perbaikan berkesinambungan) untuk meningkatkan produktivitas kerja di perusahaan Toyota. Genba adalah tempat yang paling penting untuk team manapun dalam melakukan suatu perbaikan di area kerjanya, dan genba adalah sarana untuk meningkatkan produktivitas. Genba merupakan suatu tempat untuk berkumpul dan bertukar pikiran bagi team manajemen dalam menyelesaikan masalah yang terjadi di lini proses.
Toyota Production System (TPS) mengajarkan bahwa untuk dapat mengetahui masalah sesungguhnya yang terjadi di lini produksi, lakukanlah genbutsu dan genba (pergi ke lokasi untuk melihat kejadian), agar mendapatkan ''genjitsu'' (data yang sebenarnya).
Genba, genbutsu dan genjitsu merupakan budaya kerja yang harus dilakukan mulai dari top manager, manager, supervisor, leader bahkan operator jika memungkinkan. Apabila seorang pimpinan perusahaan ingin memperbaiki produktivitas kinerja yang ada di perusahannya, maka harus membudayakan 3 GEN. Dengan melakukan 3 GEN, top manajer akan lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam permasalahan, dikarenakan top manajer tersebut mengunjungi dan melihat secara langsung apa yang sebenarnya sedang terjadi, bukan hanya mengetahui sesuatu berdasarkan dari laporan bawahannya saja.
(baca juga : seputar teknik industri)
Dengan membudayakan 3 GEN, keuntungan yang didapatkan bagi team yang menjalankanya adalah kemudahan dalam melakukan kaizen. Kaizen adalah perbaikan secara terus menerus tanpa berhenti, agar produktivitas menjadi lebih baik. Sehingga akan tercapai goal dari lean manufacturing, yaitu efisiensi terhadap Quality, Cost, Delivery (QCD).
Tidak mungkin bagi suatu tim dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi hanya dengan mengira – ngira atau membayangkan tanpa datang langsung untuk melihat ke lokasi kejadian. Bila hal itu terjadi, maka dapat dipastikan bahwa kaizen yang dilakukan tidak tepat sasaran sehingga tidak berdampak terhadap efisiensi Quality, Cost, Delivery (QCD).
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya.

KANBAN

Kanban adalah kartu perintah produksi. Kanban berasal dari bahasa jepang yang berarti sinyal visual atau kartu. Kanban pertama kali digunakan di perusahaan toyota untuk membantu kelancaran proses produksi Just In Time (JIT). Para pekerja di bagian produksi di perusahaan toyota menggunakan kartu kanban sebagai pedoman untuk proses manufakturing. Kanban merupakan sistem yang sifatnya visual, hanya bermodalkan lembar kartu namun sangat vital kegunaannya. Dengan bantuan kanban, tim produksi lebih cepat dan mudah dalam berkomunikasi untuk menentukan pekerjaan apa yang harus dikerjakan saat ini.
Berikut ini adalah fungsi kanban pada proses manufacturing :
1. Kanban sebagai kartu visualisasi alur kerja
Dengan bantuan kanban, pekerjaan akan lebih mudah untuk dilakukan. Sebab kanban menjelaskan proses yang harus dilalui dalam melakukan assembly (perakitan). Misalnya, dalam membuat kipas angin, kanban menjelaskan bahwa proses pertama adalah memasang PCB ke dalam badan kipas, kemudian pada proses kedua adalah memasang baling – baling, proses ketiga adalah memasang baut – baut pada badan kipas, dan seterusnya. Kanban akan menjadi panduan dalam melakukan proses perakitan seperti nama produk, proses yang akan dilalui dalam membuat produk, hingga menjadi produk yang bernama kipas angin.
2. Kanban mencegah terjadinya over processing (proses yang sia –sia)
Dengan bantuan kanban, lini produksi akan jelas arah prosesnya, sehingga tidak ada proses yang sia – sia. Setiap proses yang mengacu pada kanban, pasti akan tepat dan efisien sehingga kanban mencegah terjadinya over processing yang termasuk dalam 7 waste yang harus dihilangkan dalam lean manufacturing
3. Kanban membantu dalam ketepatan delivery (pengiriman)
Dengan bantuan kanban, tentunya setiap proses yang dilakukan sudah sesuai dengan arahan. Oleh karena itu, kesalahan operator dalam melakukan proses perakitan dapat diminimalisasi, sehingga produk yang dibuat akan selesai sesuai dengan rencana pengiriman. Dalam hal ini, kanban telah menjadi kunci dari tercapainya just in time (produksi tepat waktu)
Kanban bisa dikatakan sebagai alat untuk mencapai just in time (JIT). Dengan menggunakan kartu kanban, kita secara tidak langsung telah menerapkan model pull system (sistem tarik). Pull system berprinsip bahwa dalam membuat suatu produk, kita harus membuat produk yang hanya diminta oleh pelanggan, berapa jumlah yang diminta oleh pelanggan, dan kapan produk itu akan diminta oleh pelanggan, tanpa membuat stok barang.
''Ingin membaca materi teknik industri lainnya?'' klik daftar materi teknik industri
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, semoga artikel ini bisa bermanfaat.

Jumat, 22 Februari 2019

JUST IN TIME (JIT)



Just In Time (JIT) adalah sistem produksi tepat waktu. Just in time merupakan salah satu pilar dari konsep Toyota Production System (TPS) selain Jidoka. Just in time mengupayakan agar apa yang diproduksi dapat diterima oleh pelanggan secara tepat waktu dengan membuat segala proses yang ada di dalamnya menjadi efisien. Just in time berusaha untuk menghilangkan proses yang sia - sia agar produksi sesuai dengan rencana dan berdampak pada pengiriman pesanan ke pelanggan menjadi tepat waktu. Untuk bisa mememenuhi permintaan pelanggan tersebut, kita harus mampu menghitung takt time.
Konsep just in time cukup sederhana, yaitu kita tidak perlu membuat produk yang berlebihan yang disimpan di gudang jadi. Motto dari just in time adalah hanya membuat produk yang diminta pelanggan, hanya membuat ketika diminta pelanggan, dan membuat sesuai dengan jumlah yang diminta oleh pelanggan.
Dengan hanya membuat produk yang diminta pelanggan, tentu saja just in time dapat menghilangkan segala pemborosan dalam prosesnya. Seperti kelebihan output produksi yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pelanggan, sehingga secara tidak sadar kita telah membuang waktu, tenaga, dan biaya untuk produksi yang sia – sia.
Dalam penerapan just in time, ada suatu alat dapat membantu kita untuk mempermudah pengaplikasiannya. Nama alat tersebut adalah ‘’kanban’’. Kanban adalah kartu perintah produksi yang berisi tentang nama produk, jumlah produk yang dibuat, dan proses aliran perakitannya (assembly process) ke mesin mana saja. Setiap proses harus didasarkan pada kartu kanban dan harus patuh dengan apa yang tertulis di dalamnya, karena kanban berfungsi sebagai media untuk perintah produksi.
Konsep just in time dipelopori oleh seorang berkebangsaan jepang bernama Taiichi Ohno untuk perusahaan Toyota. Kemudian telah diadopsi oleh perusahaan – perusahaan di jepang dan perusahaan dunia sebagai solusi untuk menerapkan lean manufacturing (manufaktur ramping).
Terima kasih telah menyempatkan waktu untuk berkunjung ke blog saya, semoga artikel ini bisa bermanfaat :)

Kamis, 21 Februari 2019

JIDOKA



Jidoka adalah system otomasi mesin dengan sentuhan manusia. Bagaimana maksudnya? Maksudnya adalah ketika suatu sistem mengalami suatu masalah seperti kondisi yang tidak normal (kondisi abnormal) atau kondisi tidak semestinya, maka mesin tesebut secara otomatis akan berhenti bekerja. Jidoka merupakan ssstem yang bertujuan untuk menghentikan proses agar kesalahan pada proses tersebut tidak terjadi berlarut – larut yang berdampak pada kegagalan produk.
Jidoka diperkenalkan pertama kali oleh Sakichi Toyoda pada tahun 1902. Dia berhasil mendeteksi kerusakan mesin tenun karena benang, kemudian mematikan mesin tersebut secara otomatis. Penemuan tersebut membuat satu operator bisa mengawasi 12 buah mesin tenun sekaligus dengan kualitas produk yang baik. 
Jidoka bisa diartikan sebagai kondisi berhenti untuk memperbaiki kelainan proses (kondisi abnormal). Dalam sistem jidoka terdapat lampu yang bernama lampu andon. Lampu andon berfungsi sebagai sinyal, apabila terjadi masalah pada proses perakitan. Ketika masalah terjadi, operator harus menarik lampu andon sebagai tanda bahwa sedang terjadi masalah dalam proses perakitan. Bila operator menarik lampu andon, maka lampu andon akan menyala dan berbunyi. Kemudian kepala regu atau teknisi akan mendatangi dan membantu menyelesaikan masalah dalam proses tersebut.
Berikut ini adalah empat langkah dalam melakukan jidoka :
1. Mendeteksi kesalahan
2. Menghentikan mesin
3. Memperbaiki kesalahan proses secara langsung
4. Menyelidiki penyebab masalah dan menetapkan solusinya.
Pada jidoka identifikasi masalah dilakukan langsung ketika masalah sedang terjadi, bukan dilakukan pada saat akhir hari atau akhir minggu. Proses akan berhenti sementara waktu untuk mengidentifikasi kesalahan proses dan melakukan perbaikan pada kesalahan proses. Kemudian melakukan analisa penyebab kesalahan proses dan menetapkan solusinya agar hal tersebut tidak terjadi lagi.
Jidoka merupakan pilar yang paling utama dari konsep Toyota Production System (TPS) selain Just In Time (JIT). Jidoka bisa menjadi pendeteksi masalah secara dini sebelum masalah tersebut membesar dan mengakibatkan kegagalan produk (produk cacat). Jidoka selalu didukung oleh kaizen (perbaikan berkelanjutan) untuk mencegah kesalahan dalam proses dan meningkatkan produktivitas dalam proses.
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya.

Selasa, 19 Februari 2019

CORRECTIVE MAINTENANCE

Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau peralatan produksi mengalami kerusakan. Berbeda dengan preventive maintenance, yang perawatannya dilakukan secara berkala (periodik) untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin. Corrective maintenance terkadang menjadi pertimbangan bagi perusahaan karena dinilai lebih murah biayanya dibandingkan dengan melakukan preventive maintenance. Namun, tidak selalu kebijakan corrective maintenance itu lebih murah daripada preventive maintenance. Meskipun preventive maintenance dilakukan secara berkala (periodik) terlihat lebih banyak memakan biaya, sebenarnya biaya itu hanya dikeluarkan untuk mencegah terjadinya biaya maintenance yang lebih besar karena kerusakan mesin yang tidak dikontrol secara berkala.
(baca juga : pengertian predictive maintenance)
Corrective maintenance akan terasa mahal apabila telah terjadi kerusakan berat akibat maintenance yag tidak dilakukan secara berkala. Karena tidak dilakukan secara berkala, maka kita tidak akan tahu komponen mesin bagian mana yang berpotensi mengalami kerusakan. Potensi – potensi kerusakan tersebut dapat kita cegah dengan pengecekan dan perawatan kondisi mesin secara berkala, dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan kondisi yang dirasa tidak normal dan kondisi yang dikhawatirkan akan menjadi tidak normal.
Kelemahan apabila sebuah perusahaan melakukan kebijakan corrective maintenance adalah sebagai berikut ini :
1. Biaya maintenance akan menjadi mahal seiring dengan terjadinya kerusakan mesin yang parah dan mengganggu jalannya proses produksi.
2. Losstime produksi sulit untuk diprediksi kapan terjadinya (bisa secara tiba – tiba) karena perawatan tidak dilakukan secara berkala.
(baca juga : dasar perancangan produk)
Kegiatan corrective maintenance biasa juga disebut sebagai tindakan perbaikan atau reparasi. Kegiatan ini tidak perlu adanya perencanaan karena hanya menunggu terjadinya kerusakan mesin. Kebijakan corrective maintenance dapat menimbulkan terjadinya kerusakan mesin yang lebih parah dan mengganggu kelancaran proses produksi sewaktu – waktu. Apabila kerusakan sangat parah, tentu akan mengakibatkan losstime menjadi tinggi sehingga waktu produktif untuk menghasilkan produk akan berkurang. Jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan bahwa kapasitas produksi tidak akan mencapai pada kondisi yang optimal.

Senin, 18 Februari 2019

PREVENTIVE MAINTENANCE


Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan pada mesin produksi untuk mencegah terjadinya kerusakan – kerusakan yang tidak terduga. Peralatan produksi akan mengalami penurunan fungsi apabila dipakai secara terus – menerus. Oleh sebab itu preventive maintenance pada mesin produksi perlu dilakukan demi menjaga kelancaran produksi.
Sebenarnya tujuan dari melakukan preventive maintenance yaitu agar tidak terjadi losstime yang disebabkan oleh kerusakan mesin. Losstime adalah waktu yang hilang akibat berhentinya proses produksi. Hal ini tentu saja berdampak pada kerugian perusahaan. Losstime yang terjadi akan mengurangi waktu produktif dalam bekerja sehingga output produk yang dihasilkan tidak bisa mencapai kapasitas yang maksimal.
(Baca juga : pengertian predictive maintenance)
Jenis – jenis preventive maintenance dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Routine maintenance
Routine maintenance adalah perawatan yang dilakukan secara rutin. Contoh : membersihan peralatan mesin dan melakukan pelumasan (lubrication) pada mesin
2. Periodic maintenance
Periodic maintenance adalah perawatan maintenance yang dilakukan secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Contoh : setiap 1 minggu sekali, setiap 2 minggu sekali atau setiap 1 bulan sekali.
Manfaat dari preventive maintenance adalah sebagai berikut:
1. Memperkecil potensi terjadinya turun mesin (overhaul)
2. Mengurangi potensi terjadinya kerusakan yang lebih besar
3. Meminimalkan biaya perbaikan yang lebh besar
4. Meminimalkan terjadinya losstime yang tidak terduga
5. Mengurangi terjadinya defect atau cacat produk 
(Baca juga : pengertian corrective maintenance)
Adapun langkah - langkah dalam melakukan preventive maintenance adalah sebagai berikut ini :
1. Inspeksi
Merupakan kegiatan pemeliharaan secara berkala dalam bentuk pemeriksaan kondisi peralatan produksi . Inspeksi dapat dilakukan dengan cara melihat, mendengar dan merasakan kondisi peralatan mesin.
2. Running maintenance
Merupakan kegiatan pemeliharaan tanpa menghentikan jalannya kerja mesin
3. Small repair
Merupakan kegiatan pemeliharaan berupa penggantian komponen – komponen kecil
4. Shutdown maintenance
Merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan pada saat mesin berhenti beroperasi

Minggu, 17 Februari 2019

LEAD TIME

Lead time adalah jangka waktu yang dibutuhkan untuk menerima barang dari saat memesan ke supplier hingga barang tersebut sampai kepada si pemesan. Lead time biasanya menggunakan satuan hari atau minggu. Lead time berfungsi sebagai alat untuk perkiraan bahwa ketika kita sedang memesan suatu bahan baku, bahan baku tersebut perlu berapa lama untuk sampai ke tangan kita. Sehingga lead time merupakan sesuatu yang harus diketahui oleh seorang perencana produksi sebelum dia membuat rencana produksi.
Sebagai contoh apabila kita sebagai seorang pedagang, ingin membeli barang untuk dijual. Kita tentunya perlu melakukan pemesanan ke supplier untuk mengirimkan barang yang kita minta. Setelah kita melakukan pemesanan, barang tersebut datang 1 minggu kemudian. Nah, selama 1 minggu itulah waktu kita menunggu kedatangan barang. Waktu tunggu tersebut dinamakan lead time, yaitu jangka waktu yang dibutuhkan untuk memesan barang dari supplier hingga barang tersebut telah kita terima.
Dalam lingkungan manufaktur, lead time dimulai ketika bagian purchasing (bagian pembelian) menghubungi pihak supplier untuk memesan bahan baku yang diperlukan untuk produksi. Lead time akan berakhir pada saat barang pesanan tersebut sampai ke gudang raw material dan telah selesai di inspeksi oleh bagian quality control raw material (QC bahan baku) Lead time menjadi salah satu pertimbangan penting dalam membuat perencanaan produksi.
Apabila kita salah dalam menentukan lead time, maka yang terjadi adalah rencana produksi kita tertunda akibat penerimaan bahan baku yang tidak sesuai dengan predisi kita. Sehingga kita perlu membuat revisi mengenai perencanaan produksi.
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya :)

Sabtu, 16 Februari 2019

SEPUTAR TEKNIK INDUSTRI

Teknik industri atau Industrial Engineering adalah sebuah disiplin ilmu yang mengintegrasikan antara manusia, mesin, metode, material,dan modal untuk mencapai produktivitas yang optimal sehingga tercipta efisiensi sumber daya di perusahaan. Dalam pengertian yang sederhana, teknik industri merupakan seni untuk mengelola pabrik.
Teknik industri adalah sebuah studi yang diperuntukkan untuk memperbaiki suatu sistem yang sudah berjalan. Teknik industri bukanlah suatu ilmu yang mengajarkan bagaimana cara membuat mesin yang canggih, atau gedung yang kokoh dan tahan gempa. Teknik industri adalah suatu studi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai produktivitas suatu proses yang berjalan pada suatu sistem. Banyak dari para alumni teknik industri yang bekerja sebagai process engineer, production engineer, atau industrial engineer yang banyak dibutuhkan di industri padat karya. 
Teknik industri melibatkan pengetahuan dan keterampilan pada ilmu matematika, fisika, ilmu sosial dan manajemen untuk menganalisa dan memperbaiki suatu sistem pada manufaktur. Cabang ilmu teknik industri sebenarnya cukup luas, karena teknik industri di desain sebagai ilmu yang bertujuan untuk menambah nilai pada sistem yang akan atau sudah berjalan ke arah yang lebih baik.
Apabila anda ingin membacanya, silahkan untuk melakukan ‘’klik’’pada judul yang sudah tercetak tebal di bawah ini.
A. MATERI BASIS MANUFACTURING
B. MATERI PENYELESAIAN MASALAH
C. MATERI MANAJEMEN INDUSTRI
C.1. Manajemen Kualitas
C. 2. Manajemen Perawatan
C.3. Manajemen Rantai Pasok
D. MATERI LAIN
Sejarah Teknik Industri di Indonesia
Teknik industri berdiri di Indonesia dipelopori oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tanggal 1 januari 1971. Pada mulanya teknik industri lahir dari profesi para sarjana teknik mesin yang bekerja di pabrik – pabrik. Mereka fokus merancang dan dan melakukan perawatan pada mesin – mesin industri. Namun seiring dengan berjalannya waktu para sarjana teknik mesin dituntut untuk bisa mengelola mesin – mesin tersebut agar lancar dan efisien dalam penggunaannya. Mereka kesulitan dalam hal manajemen pengelolaan mesin – mesin di perusahaan.
Kebanyakan seorang pimpinan kepala pabrik berlatarkan pendidikan teknik mesin. Ketika mengelola aset perusahaan, seorang kepala pabrik memerlukan keterampilan manajemen. Oleh karena itu, teknik industri diciptakan sebagai studi alternatif untuk membantu dalam manajemen sebuah pabrik.
Pada akhirnya, teknik industri memiliki tujuan untuk menyelesaikan dan memperbaiki masalah yang terjadi di perusahaan dengan cara studi sistem,perlakuan tindakan terhadap sistem, monitoring system hingga evaluasi terhadap sistem yang mengalami gangguan.  

Rabu, 13 Februari 2019

SAFETY STOCK


Safety stock atau stok pengaman adalah persediaan yang sengaja dilebihkan jumlahnya untuk mengantisipasi permintaan yang tinggi. Safety stock bisa dikatakan sebagai persediaan cadangan yang berada di luar kebutuhan utama. Dalam industry manufaktur, pengadaan safety stock menjadi pertimbangan tersendiri penanganannya. Apabila safety stock terlalu banyak, maka akan berakibat pada membengkaknya biaya penyimpanan barang.
Contoh dari biaya peyimpanan adalah biaya yang ditimbulkan dari menyimpan barang, seperti biaya sewa gudang dan biaya gaji operator gudang. Bila safety stock berlebihan otomatis kapasitas gudang tidak akan mencukupi, sehingga diperlukan untuk menyewa gudang atau membeli gudang baru, dan menggaji operatornya. Hal ini tentu tidak efisien, dalam kasus seperti ini temasuk pada pemborosan kategori waste inventory.
Safety stock perlu dikendalikan dalam perencanan produksi, baik stock untuk produk jadi (finish good) ataupun stock bahan baku (raw material).
(Baca juga : materi tentang PPIC)
Beberapa metode yang bisa digunakan untuk menentukan perkiraan safety stock :
1. Penentuan safety stock berdasarkan intuisi
Pada penentuan safety stock dengan metode ini biasanya manajemen akan memberikan kelebihan barang dengan melihat pengalaman penjualan marketing di masa lalu.
Misalnya kita ingin membuat rencana produksi untuk produk minyak kayu putih sebanyak 1000 pcs, kita menginginkan safety stock sekitar 20%, berapakah jumlah total rencana produksi yang akan kita buat? perhitungannya adalah sebagai berikut ini.
Diketahui :
Rencana produksi awal = 1000 pcs
Safety stock yang dikehendaki = 20%
Jawaban :
Jumlah safety stock = 1000 pcs x 20% =200 pcs
Total rencana produksi = rencana produksi awal + jumlah safety stock = 1000 pcs + 200 pcs = 1200 pcs
2. Penentuan safety stock dengan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata.
Ada juga yang menggunakan metode perbedaan pemakaian maksimum dan rata-rata. Metode ini dilakukan dengan menghitung selisih antara pemakaian maksimum dengan pemakaian rata-rata dalam jangka waktu tertentu (misalnya perminggu), kemudian selisih tersebut dikalikan dengan lead time.
Safety Stock = (Pemakaian Maksimum – Pemakaian Rata-Rata) Lead Time
(baca juga : pengertian material requirement planning)
Contoh soal :
Misalkan PT. Sukses Selalu memperkirakan pemakaian maksimum bahan baku perminggu adalah sebesar 750 kg, sedangkan pemakaian rata-ratanya sebesar 600 kg dan lamanya lead time 2 minggu, berapakah safety stock yang dibutuhkan?
Jawab :
Safety Stock yang dibutuhkan = (750 – 600) 2 = 300 Kg.
Jadi, safety stock yang harus dibuat oleh PT. Sukses Selalu adalah sebanyak 300 kg.

Sebenarnya, tidak hanya 2 metode itu saja yang digunakan untuk memprediksi jumlah safety stock. Masih terdapat metode lain yang tidak tuliskan di artikel.
Terima ksih telah berkunjung ke blog saya, semoga artikel ini bisa bermanfaat.

Minggu, 10 Februari 2019

BILL OF MATERIAL (BOM)

Bill Of Material (BOM) adalah sebuah struktur yang menjelaskan tentang komponen - komponen dalam suatu produk. Setiap produk pasti memiliki struktur komponen tersendiri dengan produk jenis yang lain. Misalnya, pada struktur komponen produksi mobil pasti berbeda dengan struktur komponen produksi meja atau kursi. Hal inilah yang membedakan bahwa bill of material mobil berbeda dengan bill of material meja atau kursi.
(baca juga : seputar teknik industri)
Dalam suatu perencanaan produksi, bill of material sangatlah penting untuk diketahui oleh para stakeholder (pihak yang berkontribusi) dalam suatu bisnis. Sebab, tanpa adanya pengetahuan tentang bill of material maka akan kesulitan dalam membuat suatu produk. Bisa diibaratkan apabila kita ingin membuat teh manis, namun lupa memakai gula, maka produk kita tidak bisa dikatakan sebagai teh manis, tetapi teh tawar (loss sugar). Minuman yang kita buat rencana awalnya adalah teh manis, namun kita lupa memberi material bernama gula. sehingga bill of materialnya tidak lengkap, akibat lupa memberikan gula.
Bill of material harus dikuasai oleh bagian PPIC untuk membuat perencanan produksi, diketahui oleh bagian produksi agar tidak ada kesalahan pada proses produksi dan juga diketahui oleh bagian quality control (QC) agar tidak ada produk defect yang lolos akibat komponen yang kurang. Bill of material merupakan sebuah formula dalam membuat produk.
(baca juga : pengertian 5S / Seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke)
Bill of material memiliki rumus perhitungan tersendiri dalam membuat suatu produk yang menyesuaikan dengan jumlah output yang akan diproduksi. Untuk mempermudah dalam memahaminya, akan saya berikan contoh soal seperti di bawah ini :
Soal
PT. Suka Maju Gak Mau Mundur, tbk adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi sirup. Dalam membuat 1 buah sirup, dibutuhkan bahan baku dan bahan kemas dengan takaran :
Gula = 500 gram
Air = 1000 ml
Zat pewarna = 10 ml
Botol kemasan = 1 pcs
Label kemasan = 1 pcs
Tutup botol = 1 pcs
Tentukan jumlah material yang dibutuhkan untuk membuat 100 buah botol sirup.
(baca juga : metodologi DMAIC untuk penerapan kaizen )
Jawaban :
Jadi, kebutuhan bill of material dari pembuatan 100 buah botol sirup adalah :
Gula = 500 gram x 100 = 50 kg
Air = 1000 ml x 100 = 100 liter
Zat pewarna = 10 ml x 100 = 1 liter
Botol kemasan = 1 pcs x 100 = 100 pcs
Label kemasan = 1 pcs x 100 = 100 pcs
Tutup botol = 1 pcs x 100 = 100 pcs

Sabtu, 09 Februari 2019

MRP (MATERIAL REQUIREMENT PLANNING)


MRP adalah metode yang digunakan untuk membuat rencana kebutuhan material dengan memperhitungkan jumlah dan waktu kedatangan materialnya. Menurut Stevenson (2005), Material Requirement Planning (MRP) adalah sistem informasi berbasis komputer yang menerjemahkan Jadwal Produksi Induk (Master Production Schedule) untuk barang Jadi (produk akhir) menjadi tahapan kebutuhan sub-assy, komponen dan bahan baku.
(baca juga : pengalaman kerja sebagai staff PPIC)
MRP merupakan bagian dari jobdesk departemen PPIC dalam mengontrol pengendalian kebutuhan bahan baku untuk produksi. Tanpa pengadaan bahan baku yang tepat, baik jumlah maupun waktu kedatangannya, maka akan berdampak pada melesetnya rencana produksi yang sudah dibuat.
Dalam merencanakan pengadaan bahan baku atau MRP, departemen PPIC harus mempertimbangkan beberapa aspek. Di antaranya yaitu PPIC harus mampu mengestimasi jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi beberapa bulan ke depan. Sebelum merencanakan kebutuhan bahan baku untuk beberapa bulan mendatang, maka departemen PPIC harus membuat rencana produksi dulu yang disebut dengan Jadwal Induk Produksi (JIP) atau dalam bahasa inggrisnya disebut Master Production Schedule (MPS). Dalam mengadakan kebutuhan material, kapasitas gudang raw material juga harus diperhatikan. Sebab, tidak mungkin kita membeli bahan baku namun tempat penyimpanannya tidak memadai. Selain bisa menambah biaya simpan, penyimpanan material yang melebihi kapasitas gudang akan menghabiskan tempat jika PPIC asal – asalan dalam membeli bahan baku.
(baca juga : seputar teknik industri)
Leadtime kedatangan juga harus diperhitungkan dalam MRP, sebab tidak mungkin kita memesan barang namun kita tidak tahu kapan barang itu akan datang. Apabila hal itu terjadi, maka rencana produksi kita akan berantakan sehingga perlu merevisi jadwal induk produksi lagi, dikarenakan bahan baku di gudang raw material kosong atau tidak mencukupi.
Input dan output MRP
Sistem adalah sesuatu yang memiliki input (masukan), proses dan output (keluaran). Begitu juga dengan MRP. Input dari MRP adalah Jadwal Induk Produksi (JIP) atau Master Production Schedule (MPS), status persediaan barang (inventory status file) dan daftar material (Bill Of Material / BOM), sedangkan outputnya adalah material yang perlu di pesan (order release requirement), jadwal pemesanan (order scheduling), dan rencana pemesanan di waktu yang akan datang (planned order)
Secara sederhana, MRP menerjemahkan jadwal produksi induk (master production schedule) ke dalam bentuk pembelian material, seperti :
1. material apa yang akan dibeli
2. berapa jumlahnya
3. kapan pemesanannya.

(Baca juga : cara membuat MRP dengan menggunakan Excel)
 
Tujuan dari penerapan MRP adalah :
1. MRP dapat mengontrol jumlah persediaan material yang optimal di gudang raw material
2. MRP dapat memperkirakan waktu kedatangan material dari supplier hingga sampai ke gudang raw material
3. MRP dapat memudahkan dalam melakukan pembelian material yang efisien sesuai kebutuhan produksi

PPIC (PRODUCTION PLANNING AND INVENTORY CONTROL)

PENGERTIAN PPIC
PPIC singkatan dari Production Planning and Inventory Controling, adalah departemen yang bertanggung jawab untuk membuat rencana produksi (MPS), membuat rencana pengadaan material (MRP). Dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya, PPIC selalu bersinggungan dengan departemen – departemen yang lain yang disebabkan karena vitalnya posisi PPIC di perusahaan. PPIC adalah otak perencana dalam sebuah proses manufaktur, karena dari PPIC semua rencana produksi akan dirilis.
DIAGRAM INPUT OUTPUT PROSES PPIC
Untuk lebih mudah dalam pemahaman dari tugas PPIC, silahkan lihat dalam bagan input dan output di bawah ini :
Berdasarkan diagram di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut ini :
1. INPUT
a. PPIC menerima data forecasting dari marketing
PPIC menerima data berupa forecasting dari bagian marketing. Apabila dalam suatu perusahaan departemen marketing tidak memiliki jobdesk untuk melakukan forecasting, maka tanggung jawab dalam membuat forecasting bisa diserahkan ke departemen PPIC. Data forecasting biasanya diambil dari data permintaan pelanggan selama 1 tahun. Kemudian data permintaan pelanggan selama 1 tahun tersebut akan diolah menjadi forecasting dengan metode tertentu dalam jangka waktu 3 bulanan atau 6 bulanan, tergantung dari kebijakan perusahaan dan kebijakan departemen terkait.
b. PPIC menerima informasi stock barang dari gudang jadi
PPIC menerima data berupa informasi stock barang jadi dari gudang barang jadi. Informasi tersebut menjadi bahan pertimbangan PPIC dalam membuat jadwal produksi (MPS)
c. PPIC menerima informasi stock material dari gudang raw material
PPIC menerima informasi stock material yang masih tersisa di gudang raw material. Informasi ini berguna bagi PPIC sebagai pertimbangan untuk membuat material planning (MRP)
2. PROSES
PPIC mengolah data - data informasi tersebut menjadi rencana produksi (Master Production Schedule) bulanan terlebih dahulu, yang kemudian akan di breakdown lagi menjadi rencana produksi mingguan.
3. OUTPUT
PPIC akan memberikan perintah rencana produksi(Master Production Schedule) mingguan untuk diserahkan ke bagian produksi agar segera diproses.
Untuk rencana pembelian material (Material Requirement Planning) akan diserahkan ke bagian purchasing sebagai pedoman bagi purchasing dalam membeli bahan baku.
Untuk bill of material (BOM) akan diserahkan ke gudang raw material agar gudang raw material dapat menyiapkan bahan baku untuk persiapan produksi.
RINGKASAN TUGAS UTAMA PPIC
Departemen PPIC berhubungan banyak dengan departemen seperti marketing, produksi, gudang barang jadi, gudang raw material (gudang bahan baku), dan purchasing. Karena tugas PPIC secara ringkas adalah :
1. Menerima forecasting dari marketing dan memastikan terpenuhinya permintaan marketing.
2. Membuat surat perintah produksi (production plan) ke departemen produksi berdasarkan pengolahan data MPS
3. Membuat surat perintah ke gudang raw material (bahan baku) dalam rangka persiapan bahan baku
4. Membuat surat permintaan pembelian ke departemen purchasing untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pada periode mendatang
5. Menerima informasi stock barang jadi di gudang barang jadi dan memastikan agar tidak terjadi kelebihan stock (over stock)
Dalam membuat perencanaan produksi, bagian PPIC tentu perlu memperhatikan juga tentang safety stock produknya, untuk menjaga bila sewaktu - waktu terjadi lonjakan permintaan dari customer yang tidak terduga. Selain safety stock, perlu juga bagi PPIC untuk menentukan lead time dalam memesan bahan baku.
Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk berkunjung ke blog saya.

Jumat, 08 Februari 2019

FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) adalah suatu tools yang digunakan mengidentifikasi semua resiko kegagalan yang mungkin terjadi dalam desain atau proses. FMEA dikatakan berhasil, jika pada tim FMEA berhasil dalam mengidentifikasi semua potensi kegagalan dan melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi risiko dari kegagalan tersebut.
Sebenarnya FMEA tidak hanya digunakan untuk mengidentifikasi kegagalan dalam proses produksi dan desain produk saja, tetapi juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi resiko kecelakaan kerja pada K3.
FMEA berhubungan erat dengan Root Cause Analysis (RCA) yang bertujuan untuk menghilangkan potensi – potensi kegagalan dalam suatu proses. Perbedaan antara RCA dengan FMEA adalah RCA menganalisa masalah yang sudah terjadi, sedangkan FMEA menganalisa potensi – potensi masalah yang dimungkinkan atau diprediksi akan terjadi.
Dalam menghilangkan potensi – potensi masalah tersebut, perlu dilakukan penilaian terlebih dahulu dengan perhitungan Risk Priority Number (RPN).
Untuk menghitung nilai RPN, kita harus tahu terlebih dahulu skor dari kategori dampak (severity), frekuensi (occurance), dan deteksi (detection).

Terdapat lima tipe FMEA yang bisa diterapkan dalam sebuah industri manufaktur, yaitu :

1. System, berfokus pada fungsi sistem secara global

2. Design, berfokus pada desain produk

3. Process berfokus pada proses produksi, dan perakitan

4. Service, berfokus pada fungsi jasa

5. Software, berfokus pada fungsi software

Istilah - Istilah Dalam FMEA
Sebelum saya menjelaskan tentang rumus perhitungan nilai RPN, maka akan saya jelaskan terlebih dahulu mengenai istilah - istilah dalam FMEA :
Failure = kesalahan atau kegagalan proses
Mode = sesuatu yang dapat menimbulkan terjadinya failure
Severity = dampak yang timbul karena adanya failure
Occurance = tingkat keseringan terjadinya failure
Detection = kemampuan untuk kemungkinan mendeteksi failure
Risk Priority Number (RPN) = nilai resiko yang didapatkan dari hasil perkalian severity, occurance, dan detection
Rumus Dalam Menghitung Nilai Risk Priority Number (RPN)
Berikut ini adalah rumus untuk mencari nilai Risk Priority Number (RPN) :
RPN = severity x occurance x detection
Sedangkan tujuan dari penerapan FMEA adalah sebagai berikut ini :
1. Untuk mengetahui mode kegagalan dan efek yang ditimbulkannya
2. Untuk mengetahui potensi resiko yang ditimbulkan oleh mode – mode kegagalan
FMEA pertama kali digunakan pada tahun 1940 oleh militer Amerika Serikat dan mulai dikembangkan sebagai metodologi untuk industri aerospace dan pertahanan pada tahun 1960. Hingga saat ini metode FMEA telah dimanfaatkan sebagai tools untuk menganalisa potensi kegagalan yang terjadi pada proses produksi di industri otomotif (pada khususnya).

Berikut ada beberapa point dalam penggunaan FMEA

1. FMEA digunakan ketika sebuah proses, produk atau layanan dirancang atau didesain ulang, setelah quality function deployment.

2. Sebelum mengembangkan rencana pengendalian untuk proses baru atau yang dimodifikasi.

3. Dalam melakukan pebaikan tujuan yang sudah direncanakan saat proses berlangsung.

4. Saat menganalisis kegagalan proses, produk atau layanan yang ada.

5. Secara berkala sepanjang umur proses

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, semoga artikel ini bisa bermanfaat.

Rabu, 06 Februari 2019

ROOT CAUSE ANALYSIS (RCA)


Root Cause Analysis (RCA) atau analisa akar penyebab adalah suatu metodologi proses yang digunakan untuk mencari sumber penyebab dari suatu masalah. Root Cause Analysis banyak digunakan sebagai solusi untuk melakukan perbaikan berkesinambungan di suatu perusahaan, baik perusahaan jasa maupun industri manufaktur.
Root Cause Analysis merupakan awal permulaan dari kaizen (perbaikan berkesinambungan). Tanpa adanya analisa akar penyebab yang tepat, maka perbaikan untuk menghilangkan masalah yang terjadi di dalam suatu proses tidak akan bisa maksimal. Kemungkinan masalah tersebut bisa terjadi lagi di kemudian hari, disebabkan karena analisa penyebab suatu masalah yang meleset. Ibarat kita sedang sakit, kita tidak tahu kita sedang mengalami sakit apa, namun diberi obat secara asal – asalan. Akibatnya kita tidak kunjung sembuh. Sebab, kita salah dalam memilih obat dikarenakan kita tidak tahu gejala sakit yang sedang menimpa kita.
Terdapat beberapa tools yang bisa digunakan dalam mencari akar penyebab dari suatu masalah. Di antara tools tersebut adalah :
1. Diagram Parreto
Diagram parreto termasuk dalam seven tools atau 7 alat pengendalian kualitas. Diagram parreto berteori bahwa 80% masalah terjadi disebabkan oleh 20% penyebab. Diagram parreto disajikan dalam bentuk grafik, grafik yang memiliki frekuensi dan persentase paling tinggi akan diprioritaskan untuk dianalisa.
2. 5 Whys (Why Why Analysis)
5 Whys adalah metode yang digunakan untuk mencari akar penyebab masalah dengan cara bertanya mengapa hingga pertanyaan tersebut sudah tidak bisa dijawab. 5 whys merupakan tools yang ampuh untuk menganalisa suatu masalah dan merupakan bagian dari kaizen (continous improvement) yang menjadi pilar dari Toyota Production System (TPS).
3. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Diagram sebab akibat (fishbone diagram)digunakan untuk menganalisa hubungan sebab akibat berdasarkan 4 faktor, yaitu man, material, method, dan machine. Diagram sebab akibat bentuknya seperti tulang ikan, oleh karena itu disebut fishbone diagram. Ada juga yang menyebut dengan diagram ishikawa, karena penemunya adalah seorang ilmuwan yang bernama Kaoru Ishikawa.
4. Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis adalah sebuah teknik untuk menghubungkan beberapa rangkaian kejadian yang menghasilkan sebuah kejadian lain. Bentuknya seperti pohon, oleh karena itu disebut sebagai Fault Tree Analysis (FTA). FTA menjelaskan kejadian dengan cara menerjemahkan secara grafik kombinasi-kombinasi dari kesalahan yang menyebabkan kegagalan dari suatu sistem.
5. Cause Map
Cause map merupakan sebuah metode sederhana dan efektif untuk menganalisis dan mendokumentasikan masalah serta menunjukkan bagaimana hubungan sebab akibat terhubung dan mengarah pada insiden utama. Cause map tidak hanya menghubungkan masalah dengan penyebab - penyebabnya, namun juga mengandung unsur - unsur jurnalis yang dapat menemukan siapa, kapan, apa, dimana, mengapa, bagaimana tentang suatu peristiwa bisa terjadi.
''Ingin membaca materi teknik industri lainnya?'' klik daftar materi teknik industri
Terima kasih telah mengunjungi blog saya, semoga artikelnya bisa bermanfaat.

Senin, 04 Februari 2019

5 WHYS (WHY WHY ANALYSIS)








5 whys (why why analysis) adalah salah satu metode yang digunakan untuk mencari akar penyebab masalah dengan cara bertanya mengapa hingga pertanyaan tersebut sudah tidak bisa dijawab lagi.
Metode 5 whys pertama kali ditemukan oleh Sakichi Toyoda dan pada akhirnya diterapkan untuk Toyota Motor Corporation selama terjadi pergerakan dalam perbaikan manufakturnya. Dalam menggunakan metode 5 whys, kita diibaratkan seperti orang yang selalu ingin tahu tentang suatu kejadian. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena disebabkan oleh ini. Begitu seterusnya hingga tidak ditemukan lagi jawaban untuk pertanyaan tersebut.
Pada teorinya pencarian akar penyebab masalah dengan metode 5 whys akan berhenti pada pertanyaan yang ke 5. Namun tidak menutup kemungkinan lebih dari 5 kali pertanyaan ataupun kurang dari 5 kali pertanyaan. Hal itu tergantung dari efektivitas penggunaan metode 5 whys dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Metode 5 whys merupakan teknik yang paling mudah dan cukup sederhana untuk digunakan dalam fase metodologi PDCA ataupun DMAIC. Hingga saat ini metode 5 whys telah menjadi bagian dari tools kaizen (perbaikan berkesinambungan) yang terintegrasi dalam Toyota Production System (TPS). Dalam melakukan analisa 5 whys, kita tidak dituntut untuk dapat melakukan perhitungan – perhitungan yang rumit dalam menyelesaikan suatu masalah. Metode 5 Whys bisa dikatakan sebagai salah satu metode yang terbilang cukup ampuh untuk menemukan penyebab dan menyelesaikan suatu permasalahan.

Untuk memudahkan dalam memahami metode 5 whys, akan saya ilustrasikan dengan contoh problem "sepeda motor mogok di jalan". Mengapa sepeda motor bisa mogok di jalan? Pasti ada penyebabnya. Untuk mencari penyebab sepeda motor tersebut mogok di jalan, kita bisa menganalisa secara berurutan dengan bertanya mengapa hal itu bisa terjadi hingga sudah tidak bisa dijawab lagi penyebabnya.
Berikut ini adalah salah satu contoh penggunaan metode 5 whys untuk mengatasi permasalahan sepeda motor mogok:
Problem : sepeda motor mogok di jalan
 Mengapa?
Karena gear belakang tidak bergerak
 Mengapa?
Karena rantai motor terselip di antara gear dan skok
Mengapa?
Karena rantai motor lepas dari lintasannya
 Mengapa?
Karena rantai motornya kendor
 Mengapa?
Karena rantai motor tidak dikencangi
Dari analisa dengan menggunakan metode 5 whys di atas dapat disimpulkan bahwa akar penyebab dari gear rantai sepeda motor mogok di jalan adalah karena disebabkan oleh rantai motor yang tidak dikencangi. Oleh karena itu, tindakan perbaikan dari kasus di atas adalah agar selalu mengecek dan mengencangi rantai motor secara berkala agar sepeda motor tidak mogok di jalan.