Dalam manajemen produksi di perusahaan, ada 2 kemungkinan kebijakan yang menjadi dasar perencanaan bisnisnya. Kebijakan tersebut harus diputuskan untuk kelancaran sistem supply chain management (SCM). Kebijakan tersebut adalah kebijakan make to stock dan make to order.
Make to stock adalah sebuah kebijakan yang diambil perusahaan untuk membuat keamanan stok produk demi menjaga fluktuasi permintaan produk yang tidak pasti. Make to stock jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti "membuat stok".
Kebanyakan perusahaan yang menerapkan sistem make to stock adalah perusahaan yang produknya murah dalam biaya produksi, produknya cepat habis jika dikonsumsi, dan produk tersebut selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Produk ini sering disebut produk "customer good", dimana produknya selalu dibutuhkan setiap saat, kapanpun dan dimanapun.
(baca juga : suka dan duka bekerja di tambang)
Beberapa produk yang termasuk dalam kategori customer good adalah produk makanan, minuman, kosmetik, obat - obatan, kebutuhan rumah tangga (sabun, shampoo, pasta gigi), dan lain - lain.
Perusahaan yang menerapkan kebijakan make to stock selalu tergantung pada metode forecasting (peramalan penjualan), yang didapatkan dari data historis penjualan masa lalu dengan metode tertentu. Bagi perusahaan yang menerapkan kebijakan make to stock, forecasting adalah pedoman yang utama sebelum melakukan produksi. Dari forecasting tersebut, selanjutnya akan dibuat Master Production Schedule (MPS) penjadwalan produksi oleh bagian PPIC. Baru kemudian bagian produksi akan bekerja untuk membuat produk.
Produk yang sudah jadi akan menjadi stok dan disimpan di gudang jadi. Produk - produk tersebut tidak semuanya akan dibeli oleh customer. Sebagian produk akan terjual, dan sebagiannya lagi akan menjadi stok. Jika sewaktu - waktu, terjadi lonjakan permintaan, maka perusahaan dapat mengantisipasi hal tersebut, karena memiliki stok barang yang cukup. Inilah yang dinamakan make to stok, yaitu membuat stok untuk barang jadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar