Dalam industri manufaktur, sering kita jumpai permasalahan yang terjadi di lingkungan produksi yang mempengaruhi hasil. Jika masalah ini tidak dicegah sedini mungkin, maka bisa berakibat pada kerugian yang besar pada perusahaan.
Alat yang digunakan untuk mencegah resiko terjadinya masalah adalah FMEA (Failure Mode Effect Analysis) .
“Failure modes” berarti cara, atau mode, di mana suatu proses mungkin akan mengalami kegagalan. Kegagalan adalah kesalahan atau ditemukannya kecacatan, terutama berpengaruh pada pelanggan.
“Effects analysis” untuk menganalisis konsekuensi yang akan terjadi dari setiap kegagalan.
FMEA merupakan salah satu Core Tools Analysis untuk melakukan analisa sebelum kejadian (analisa tingkat resiko kegagalan). Hal ini berbeda dengan corrective action yang melakukan analisa setelah kejadian. Oleh sebab itu, FMEA cocok dilakukan pada tahap perencanaan. FMEA harus sudah selesai sebelum desain produk di rilis untuk diproduksi (Desain FMEA), atau sebelum proses produksi masal dimulai (Proses FMEA).
FMEA bisa dikatakan berhasil, apabila tim FMEA berhasil dalam mengidentifikasi semua potensi kegagalan dan melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi risiko dari kegagalan tersebut. FMEA tidak akan berhasil jika dilakukan hanya sebatas dokumentasi saja, tanpa adanya analisa dan action yang kuat dan tepat di lapangan.
(Baca juga : supervisor produksi harus paham 4M)
Fungsi FMEA yang utama yaitu menganalisa setiap moda kegagalan yang menyebabkan cacat produk atau kerusakan produk. Setiap moda kegagalan akan dinilai berdasarkan resiko kegagalan proses produksi terbesar dalam bentuk nilai RPN (Risk Priority Number). Setelah RPN telah diisi, langkah selanjutnya yaitu memberikan usulan perbaikan agar masalah bisa dihindari.
(Baca juga : tahap Define dalam lean six sigma DMAIC)
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, semoga artikel ini bisa bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar