Corrective maintenance merupakan kegiatan perawatan yang dilakukan setelah mesin atau peralatan produksi mengalami kerusakan. Berbeda dengan preventive maintenance, yang perawatannya dilakukan secara berkala (periodik) untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin. Corrective maintenance terkadang menjadi pertimbangan bagi perusahaan karena dinilai lebih murah biayanya dibandingkan dengan melakukan preventive maintenance. Namun, tidak selalu kebijakan corrective maintenance itu lebih murah daripada preventive maintenance. Meskipun preventive maintenance dilakukan secara berkala (periodik) terlihat lebih banyak memakan biaya, sebenarnya biaya itu hanya dikeluarkan untuk mencegah terjadinya biaya maintenance yang lebih besar karena kerusakan mesin yang tidak dikontrol secara berkala.
(baca juga : pengertian predictive maintenance)
Corrective maintenance akan terasa mahal apabila telah terjadi kerusakan berat akibat maintenance yag tidak dilakukan secara berkala. Karena tidak dilakukan secara berkala, maka kita tidak akan tahu komponen mesin bagian mana yang berpotensi mengalami kerusakan. Potensi – potensi kerusakan tersebut dapat kita cegah dengan pengecekan dan perawatan kondisi mesin secara berkala, dengan cara melihat, mendengar, dan merasakan kondisi yang dirasa tidak normal dan kondisi yang dikhawatirkan akan menjadi tidak normal.
Kelemahan apabila sebuah perusahaan melakukan kebijakan corrective maintenance adalah sebagai berikut ini :
1. Biaya maintenance akan menjadi mahal seiring dengan terjadinya kerusakan mesin yang parah dan mengganggu jalannya proses produksi.
2. Losstime produksi sulit untuk diprediksi kapan terjadinya (bisa secara tiba – tiba) karena perawatan tidak dilakukan secara berkala.
(baca juga : dasar perancangan produk)
Kegiatan corrective maintenance biasa juga disebut sebagai tindakan perbaikan atau reparasi. Kegiatan ini tidak perlu adanya perencanaan karena hanya menunggu terjadinya kerusakan mesin. Kebijakan corrective maintenance dapat menimbulkan terjadinya kerusakan mesin yang lebih parah dan mengganggu kelancaran proses produksi sewaktu – waktu. Apabila kerusakan sangat parah, tentu akan mengakibatkan losstime menjadi tinggi sehingga waktu produktif untuk menghasilkan produk akan berkurang. Jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan bahwa kapasitas produksi tidak akan mencapai pada kondisi yang optimal.