Senin, 02 November 2020

Filosofi Toyota, Lebih Baik Berjalan Seperti Kura - Kura Daripada Melompat Seperti Kelinci


Semenjak kekalahan di perang dunia kedua, Jepang mengalami krisis ekonomi yang cukup besar. Selain biaya yang dikeluarkan oleh Jepang untuk perang Asia timur raya cukup banyak, 2 kotanya pun menjadi keganasan bom atom Amerika serikat. Kota Hirosima dan kota Nagasaki hancur lebur rata dengan tanah.

Hal itu disadari oleh Jepang. Setelah berakhirnya perang dunia kedua, Jepang perlahan - lahan bangkit. Jepang membangun perekonomiannya kembali melalui industri otomotifnya. Pelopor kebangkitan industri di Jepang dipelopori oleh perusahaan raksasa otomotif, toyota.

Pada awalnya, Toyota mengalami kesulitan modal. Lahan produksi yang sempit dan sumber daya (material) yang mahal dan langka, membuat perusahaan tersebut berfikir untuk melakukan sebuah inovasi yang efisien. Pemikirannya tersebut menghasilkan sebuah konsep yang bernama kaizen, yang dalam bahasa Indonesia disebut perbaikan terus menerus, dan dalam bahasa Inggris disebut sebagai continuous improvement.

Kaizen adalah sebuah perubahan yang mengarah agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Toyota meyakini bahwa dengan kaizen biaya produksi bisa ditekan sekecil mungkin dan kualitas produk menjadi lebih baik. Produksi harus dibuat seramping mungkin atau sekurus mungkin, sehingga terciptalah lean manufacturing. Sumber daya seperti manusia, mesin, material, dan metode (yang dikenal sebagai faktor 4M) harus dikelola secara efisien namun efektif dalam hasilnya.

Dalam kaizen yang dicetuskan oleh Toyota memiliki 14 prinsip yang harus dipegang. Ke - 14 prinsip ini dikenal sebagai Toyota ways. Contoh dari salah satu prinsip tersebut adalah heijunka yang artinya pemerataan beban kerja. 

Heijunka mengajarkan semua pekerjaan harus dibebankan secara merata pada semua orang (operator) atau semua stasiun kerja. Beban pekerjaan tidak boleh menumpuk di salah satu operator saja. Jika hal ini terjadi, maka akan menimbulkan bottleneck, sehingga dapat mengganggu kelancaran produksi karena menunggu proses. Untuk menghindari hal tersebut, Toyota mengenalkan metode line balancing untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam satu lintasan produksi.

Dengan meratanya beban kerja di setiap operator atau stasiun kerja, diharapkan terjadi keseimbangan dalam proses produksi. Toyota meyakini, meskipun terlihat lambat, jika pekerjaan dipikul secara merata dan bersama - sama (prinsip heijunka), kesuksesannya dapat dirasakan dalam jangka panjang.

Sedikit demi sedikit toyota melakukan perbaikan dan selalu berfikir untuk melakukan efisiensi pada proses produksinya. Dengan filosofinya, Toyota mengajarkan lebih baik bergerak pelan - pelan seperti kura - kura, daripada berlari atau melompat seperti kelinci. Pergerakan yang pelan namun memiliki arah yang jelas, akhirnya membuahkan hasil. Kini Toyota muncul sebagai salah satu perusahaan otomotif kelas dunia yang disegani. Toyota telah melahirkan konsep produksi yang sangat efisien dan efektif, yang dikenal dengan nama Toyota Production System (TPS). Sistem produksi Toyota inilah yang menjadi dasar dari lahirnya lean manufacturing. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar