Kamis, 31 Januari 2019

LINE BALANCING


Line Balancing atau keseimbangan lintasan adalah metode untuk meratakan beban pekerjaan (elemen kerja) di setiap stasiun kerja pada suatu lintasan produksi. Tujuan dari dilakukannya line balancing adalah agar pada proses perakitan tidak terjadi bottleneck (terhambatnya proses produksi dalam lintasan) karena terjadi delay proses (waktu tunggu proses) dan idle time (waktu menganggur) akibat tidak meratanya beban pekerjaan. Jika delay proses terjadi, maka dapat dipastikan produksi akan terganggu dan berakibat pada tidak tercapainya kapasitas produksi yang optimal. Dalam lean manufacturing, hal ini termasuk dalam kategori 7 waste (pemborosan) yang disebut waiting time yang harus dihilangkan.
Agar dapat menghilangkan waiting time dan idle time dalam suatu proses produksi, kita perlu melakukan time study. Time study adalah metode yang digunakan untuk menentukan waktu dalam pengoperasian pekerjaan. Dalam time study dikenal istilah cycle time (waktu siklus) dan takt time. Cycle time (waktu siklus) adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1 unit produk dari awal proses hingga akhir proses dalam lini produksi. Sedangkan takt time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan unit produk berdasarkan permintaan pelanggan.
''Ingin membaca materi teknik industri lainnya?''klik daftar materi teknik industri
Dalam mengatasi masalah bottleneck (terhambatnya proses produksi dalam lintasan) dalam lintasan produksi, sebenarnya ada beberapa metode yang bisa diterapkan. Berikut ini adalah beberapa metode dalam menyeimbangkan lintasan :
1. Metode Heuristic
Metode Heuristic adalah metode yang didasarkan pada pengalaman dan intuisi untuk mendapatkan solusi yang terbaik yang pernah dicapai sebelumnya.
2. Metode Matematis
Metode matematis adalah metode yang didasarkan pada perhitungan persamaan dan ketidak samaan dengan menggunakan simbol matematis
3. Metode Simulasi
Metode simulasi adalah metode yang didasarkan pada simulasi kejadian yang meniru sistem sebenarnya.
4. Metode Time Study
Metode ini sering digunakan seorang industrial engineer dalam sebuah proyek line balancing, terutama di industri padat karya. Metode ini menggunakan analisa waktu proses per stasiun kerja, dengan menggunakan stopwatch ataupun rekaman video. Waktu proses terlama dalam suatu lintasan produksi harus segera diperbaiki, dengan cara mengurangi beban kerja di area tersebut agar tidak terjadi bottleneck.

Selasa, 29 Januari 2019

PRODUCTIVITY (PRODUKTIVITAS)

Productivity berasal dari bahasa inggris yang artinya kemampuan untuk menghasilkan sesuatu, baik barang ataupun jasa. Di dalam industri manufaktur, productivity atau produktivitas dapat diartikan sebagai rasio perbandingan antara hasil output dengan input (penggunaan sumber daya). Produktivitas merupakan sebuah parameter yang digunakan untuk mengetahui hasil kinerja dari sebuah organisasi atau perusahaan.
Produktivitas menggunakan satuan persentase, dimana jika produktivitas mencapai nilai 100% ataupun mendekati nilai 100% maka akan dikatakan baik. Namun, ada juga nilai produktivitas yang melebihi 100%. Hal itu bisa dilakukan dengan syarat perusahaan tersebut benar – benar mampu menekan sumber daya yang dimilikinya ketika sedang melakukan proses, sehingga terjadi efisiensi. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan efisiensi perusahaan adalah dengan terus melakukan continuous improvement atau kaizen dalam bahasa jepangnya.
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung efisiensi : 
Efisiensi = (Output x Waktu Standar) / (Input x Waktu Kerja) x 100%
Keterangan :
Output = jumlah produk yang dihasilkan (pcs)
Waktu standar = waktu yang tersedia untuk menghasilkan 1 unit produk (menit / pcs)
Input = jumlah tenaga kerja yang dipergunakan (orang)
Waktu kerja = total waktu yang tersedia untuk bekerja (menit)
Apabila kita ingin menaikkan nilai efisiensi dalam bekerja, maka kita bisa melakukan hal – hal seperti berikut ini :
1. Increase output (meningkatkan hasil produksi)
Dengan meningkatkan hasil produksi namun dengan jumlah tenaga kerja yang tetap, maka secara otomatis biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja nilainya sama namun output produksi yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini tentu saja berdampak pada peningkatan efisiensi tenaga kerja. Contoh cara yang bisa dilakukan untuk menaikkan output adalah dengan cara meningkatkan speed dalam kerja, atau dengan menghilangkan 7 waste dalam proses produksi.
2. Reduce manpower (mengurangi jumlah tenaga kerja)
Dengan mengurangi jumlah tenaga kerja namun dengan target output yang sama, maka secara otomatis biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja akan berkurang. Sehingga akan terjadi efisiensi biaya namun tidak mengurangi pencapaian hasil produksi.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat bagi kita semua.

Senin, 28 Januari 2019

7 WASTE (PEMBOROSAN) DALAM LEAN MANUFACTURING


Lean manufacturing merupakan system manufacturing yang menuntut untuk efisiensi dalam hal proses,waktu dan biaya. Lean manufacturing terinspirasi dari Toyota Production System, yang menjadi icon kemajuan industri otomotif jepang. Di dalam lean manufacturing atau Toyota Production System, dikenal dengan istilah 7 waste yang harus dihilangkan. Dengan menghilangkan 7 waste tersebut, diharapkan perusahaan akan lebih produktif dan efisien dalam hal mengelola bisnisnya. 7 waste ini diperkenalkan oleh Taiichi Ohno, seorang karyawan dari Toyota Corporation.
Berikut ini adalah 7 waste yang dikenal dalam lean manufacturing :
1. Waste of Over Production (produksi berlebih)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat kelebihan produksi namun tidak ada pesanan dari customer, sehingga akan menimbulkan biaya tambahan dan tempat untuk menyimpan barang (gudang). Over production harus dihilangkan dengan membuat perencanaan produksi yang tepat.
2. Waste of Inventory (inventori)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat perencanaan produksi yang tidak tepat seperti kesalahan akumulasi dari finished good (produk jadi), WIP (barang setengah jadi), dan material mentah sehingga terjadi kelebihan inventori yang dapat menimbulkan biaya tambahan dan tempat untuk menyimpan barang (gudang).
3. Waste of defect (cacat produk)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat kegagalan produk yang mengakibatkan produk menjadi cacat. Defect yang sering terjadi akan menyebabkan losstime atau waktu yang hilang dalam produksi.
4. Waste of Transportation (transportasi)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat tata letak atau layout produksi yang kurang baik. Biasanya waste of transportation terjadi disebabkan karena jarak antara gudang dengan area produksi terlalu jauh.
5. Waste of Motion (gerakan)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat gerakan – gerakan yang tidak perlu yang dilakukan oleh pekerja dengan terhadap area kerjanya, sehingga menyebabkan kelelahan karena pekerjaan yang sia - sia. Waste of motion harus dihilangkan agar mempercepat proses pengerjaan dan efisiensi tenaga operator.
6. Waste of Waiting (waktu tunggu)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat proses yang bermasalah sehingga menimbulkan waktu tunggu. Biasanya waste of waiting terjadi dalam bentuk proses kerja yang tidak seimbang dari satu operator ke operator lain sehingga berakibat delay proses ataupun idle time. Hali ini akan dibahas lebih lanjut dalam artikel line balancing.
7. Waste of Over processing (kelebihan proses)
Waste jenis ini adalah waste yang ditimbulkan akibat proses yang berlebihan sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi produk. Contoh dari waste over processing adalah banyaknya inspeksi yang dilakukan untuk memastikan produk dalam kualitas yang baik.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat.

Sabtu, 26 Januari 2019

TOYOTA PRODUCTION SYSTEM (TPS)

Toyota merupakan pelopor kemajuan industri otomotif di jepang. Di dalam perjalanannya, perusahaan toyota berhasil menciptakan terobosan – terobosan metode yang bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi perusahaan. Hingga saat ini toyota menjadi kiblat bagi perusahaan yang ingin menerapkan lean manufacturing. Goal dari lean manufacturing adalah tercapainya kualitas yang baik (Quality), biaya produksi yang sedikit (Cost) dan pengiriman produk jadi yang tepat waktu (Delivery). Ketiga faktor tersebut dikenal dengan sebutan QCD, yang merupakan singkatan dari Quality, Cost dan Delivery. Toyota sukses menjadi industri otomotif raksasa karena berdiri dengan 2 pilar utama yang mendukungnya, yaitu konsep jidoka dan konsep just in time
Untuk lebih jelasnya, mari kita bahas mengenai pengertian kedua pilar tersebut, yaitu konsep jidoka dan konsep just in time. 
1. Jidoka
Jidoka adalah sistem otomasi dengan sentuhan tangan manusia untuk mencegah terjadinya kesalahan proses. Dengan kata lain, jidoka adalah mesin yang dapat mendeteksi masalah dan secara otomatis akan menghentikan proses agar tidak menjadi masalah yang berlarut - larut. Dalam penerapannya, jidoka selalu didukung oleh kaizen (perbaikan berkelanjutan). 
2. Just In Time
Just in time adalah suatu sistem produksi yang dibuat untuk memproduksi sesuatu sesuai permintaan pelanggan dengan sasaran tepat jumlah (quantity) dan tepat pengiriman (delivery). Dalam penerapannya, just in time didukung oleh pergerakan kanban. Pada proses produksi dengan konsep just in time, kanban dimanfaatkan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan aliran proses. Setiap proses produksi harus mengacu pada kanban, karena kanban merupakan sebuah kartu yang berfungsi sebagai perintah produksi. Bila tidak ada kanban, maka proses tidak boleh dilakukan. Hal inilah yang menjadi kelebihan konsep just in time.
Just in time memiliki prinsip bahwa produksi hanya dilakukan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu Just in time merupakan sebuah model pull system (sistem tarik). Sebab pada setiap proses produksinya, just in time bekerja dengan menarik sumber daya yang hanya berkaitan dengan kebutuhan pelanggan. 
Menghilangkan Hambatan Produksi
Selain jidoka dan just in time, untuk mengatasi masalah gangguan pada kelancaran dan kecepatan produksi, dalam Toyota Production System (TPS) dikenal dengan prinsip 3M, yaitu Muda, Mura, Muri. 3 M (Muda, Mura, Muri) dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang tidak memiliki nilai tambah terhadap pekerjaan, sehingga perlu dihilangkan keberadaannya. Muda jika diartikan ke dalam bahasa indonesia artinya pemborosan. Mura artinya ketidakseimbangan, sedangkan Muri artinya beban kerja yang berlebihan. Dalam lean manufacturing, Muda dikenal sebagai 7 waste (7 pemborosan). Pemborosan – pemborosan tersebut harus dihilangkan untuk mempercepat proses produksi. Untuk memperbaiki lingkungan kerja agar terlihat lebih kondusif dan tertata, Toyota Production System (TPS) juga mengenalkan konsep 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke)
Sebenarnya konsep lean manufacturing terlahir karena terinspirasi oleh Toyota Production System. Sehingga banyak perusahaan – perusahaan yang menginginkan konsep lean manufacturing yang mengekor pada konsep Toyota Production System bisa diterapkan di perusahaannya.
Jepang berbeda dengan Amerika Serikat yang memiliki modal besar dalam bisnis otomotif. Oleh sebab itu, Toyota Production System lahir sebagai jalan alternative untuk dapat bertahan di bisnis otomotif. Sebab, pada era berdirinya perusahaan Toyota, jepang sedang mengalami masa krisis akibat kalah dalam perang dunia II. Toyota harus bisa bertahan dalam bisnis otomotif dengan sumber daya yang minim. Maka dari itu, lahirlah konsep Toyota Production System yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam perusahaan. Sebagai informasi, perusahaan toyota dikembangkan oleh Eiji Toyoda dan Taiichi Ohno yang berkebangsaan Jepang.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya, semoga ilmunya bisa bermanfaat.

Jumat, 25 Januari 2019

KAIZEN DAN MANFAATNYA TERHADAP QCD (QUALITY, COST, DELIVERY)


Kaizen berasal dari bahasa jepang yang artinya perbaikan berkesinambungan. Dalam bahasa inggris dikenal dengan continous improvement. Kaizen merupakan sebuah filosofi dari jepang yang bertujuan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus sepanjang hidup. Di dalam manajemen perusahaan, kaizen harus melibatkan seluruh pekerja, dari level manajemen paling atas hingga level paling bawah yaitu operator.
Untuk membuat kaizen, tentu kita harus mampu menganalisa masalah yang sedang terjadi. Analisa permasalahan tersebut tentu berdasarkan hasil pengamatan di area kerja, sehingga kita memiliki data yang kuat. Oleh karena itu, penting untuk melakukan Genba, Genbutsu, Genjitsu sebelum melakukan kaizen. Sehingga masalah Muda, Mura, Muri yang mengganggu kelancaran produksi dapat kita hilangkan.
Dalam melakukan kaizen, ada beberapa metode yang bisa dilakukan. Metode-metode tersebut digunakan tergantung dari fungsinya. Seperti misalnya melakukan kaizen dengan menerapkan konsep 5S (5R) yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan kerja agar kondusif dan tertata, atau menerapkan kaizen dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) dan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control) untuk menyelesaikan masalah yang memerlukan studi kasus dan bantuan statistik. Setiap metode yang mendukung penerapan kaizen tersebut memiliki cara - cara dan fungsi yang berbeda.
Sebaiknya dalam menerapkan kaizen, perlu disertai dengan data - data yang aktual. Setiap muncul masalah, maka diselesaikan dengan cara mengumpulkan data – data terlebih dahulu. Tanpa adanya data – data yang aktual, maka kaizen tidak akan bisa dilakukan secara tepat sasaran. Sehingga kaizen tidak bisa berdampak langsung pada QCD (Quality, Cost, Delivery)
Berikut ini adalah penjelasan mengenai dampak kaizen terhadap QCD (Quality, Cost, Delivery) : 
1. Quality
Kaizen harus berdampak terhadap peningkatan quality. Bila kaizen berhasil diterapkan secara tepat, maka kualitas produk akan semakin meningkat. Hal ini tentu saja akan meningkatkan produktifitas dalam membuat produk karena tidak ada produk yang cacat. Sehingga, perusahaan tidak akan mendapatkan losstime (waktu yang hilang) akibat kegagalan proses produksi.
2. Cost
Kaizen harus berdampak terhadap penurunan cost (biaya). Artinya ketika kita melakukan kaizen, cost (biaya) yang keluar untuk operasional suatu pekerjaan harus bisa berkurang jika dibandingkan dengan sebelum kita melakukan kaizen. Sehingga profit perusahaan menjadi lebih baik karena adanya pengurangan biaya operasional (reduce cost) produksi.
3. Delivery
Kaizen harus berdampak terhadap ketepatan delivery (pengiriman). Bila kaizen berhasil diimplementasikan dengan baik, secara otomatis kualitas pengiriman produk jadi akan selalu tepat waktu sesuai dengan perencanaan. Hal ini disebabkan karena ketika proses produksi berlangsung tidak kehilangan banyak waktu akibat kegagalan proses, seperti banyaknya cacat produk yang terjadi dan masalah delay (waktu tunggu) proses akibat tidak efisiennya suatu pekerjaan.
''Ingin membaca materi teknik industri lainnya?'' klik daftar materi teknik industri
Goal dari penerapan kaizen adalah seperti filosofi toyota, yaitu meningkatnya kualitas (increase quality), menurunnya biaya produksi (reduce cost), dan pengiriman barang yang tepat waktu (just in time on delivery). Ketiga kriteria tersebut dikenal dengan singkatan QCD (Quality, Cost, Delivery). Kaizen tidak bisa dilepaskan dari jidoka, sebab keduanya lahir dari konsep yang sama, yaitu Toyota Production System atau Toyota Way's
Terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat.

Kamis, 24 Januari 2019

DMAIC (DEFINE, MEASURE, ANALYZE, IMPROVE, CONTROL)


Seiring berjalannya waktu, persaingan dunia industri semakin ketat. Jika perusahaan tidak mampu mengembangkan inovasi yang lebih baik, maka bisnis perusahaan tersebut akan terancam. Oleh karena itu perlu bagi suatu perusahaan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan guna meningkatkan daya saing terhadap dunia industri yang semakin maju. Salah satu cara untuk meningkatkan perbaikan berkelanjutan yaitu dengan menerapkan metodologi DMAIC. Apa itu DMAIC?

DMAIC merupakan sebuah metode yang dapat membantu untuk membuat kaizen atau continuous improvement (perbaikan berkelanjutan).
Metode DMAIC merupakan salah satu tools yang digunakan dalam penerapan konsep lean manufacturing. Metode DMAIC adalah sebuah siklus metodologi yang terstruktur secara sistematis yang bertujuan untuk mengurangi waste (pemborosan) pada suatu sistem, agar sistem tersebut bisa bekerja secara efisien dan produktif.
Pada dasarnya DMAIC mirip dengan PDCA (Plan, Do, Check, Action) yaitu sama – sama bertujuan untuk melakukan langkah - langkah perbaikan berkesinambungan. Hanya saja, pada metode PDCA terlihat lebih populer di kalangan industri manufaktur karena lebih mudah dipahami. Namun, bukan berarti bahwa metode DMAIC tidak memiliki kelebihan.
Kelebihan dari metode DMAIC yaitu memiliki langkah – langkah yang lebih terperinci dari pada metode PDCA. Selain itu, pada metode DMAIC sering diaplikasikan dengan six sigma. Dalam penyelesaian masalah, DMAIC juga sering menggunakan seven tools, sama seperti pada kebanyakan penerapan PDCA.
Berikut ini adalah tahapan dari metode DMAIC :
1. Define (Penjelasan)
Define adalah tahap awal dari DMAIC. Tahap ini menjelaskan tentang tema masalah yang sedang terjadi ataupun menjelaskan tentang tujuan dari studi kasus. Contoh : Produksi kertas box tidak target, disebabkan karena banyak terjadi cacat produk pada prosesnya. Oleh karena itu, define pada kasus tersebut adalah ‘’Upaya mengurangi cacat produk pada kertas box’’
2. Measure (Pengukuran)
Measure adalah tahap kedua dari DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk melakukan penilaian atau pengukuran terhadap masalah yang terjadi. Pada tahap ini masalah yang terjadi akan dikelompokkan berdasarkan urutan prioritas tingkat kejadian tertinggi. Diagram Pareto adalah tools yang sering digunakan pada tahap ini.
3. Analyze (Analisa)
Analyze merupakan tahap ketiga dari DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk melakukan analisa penyebab masalah berdasarkan prioritas tertinggi. Pada tahap ini analisa masalah bisa menggunakan diagram sebab akibat atau fishbone diagram, menggunakan metode why – why analysis (5 whys) ataupun metode yang lainnya.
4. Improve (Perbaikan)
Improve merupakan tahap keempat dari DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk melakukan tindakan perbaikan setelah penyebab masalah diketahui. Dalam melakukan perbaikan tersebut, bisa menunjuk seorang penanggung jawab pekerjaan atau PIC, disertai deadline (batas waktu penyelesaiannya).
5. Control (Pengendalian)
Control merupakan tahap terakhir dari DMAIC. Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil dari proses perbaikan yang sudah dilakukan. Bila perbaikan menunjukkan proges yang baik, maka perlu dilakukan pengawasan dan pencegahan agar masalah tersebut tidak terjadi lagi di lain waktu. Dalam upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara merevisi Operational Standart (OS), membuat atau merevisi check sheet control harian, ataupun membuat penjadwalan maintenance secara optimal.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat.

Rabu, 23 Januari 2019

SEVEN TOOLS (7 ALAT PENGENDALIAN KUALITAS))


Seven tools adalah 7 alat yang digunakan untuk mendukung pengendalian kualitas. Pada dasarnya seven tools digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam proses produksi. Dalam industri manufaktur, seven tools sebenarnya tidak hanya digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah kualitas saja. Masalah lain seperti losstime atau waktu proses yang hilang karena sesuatu hal dalam proses produksi juga bisa diselesaikan dengan seven tools. Seven tools merupakan alat yang didesain cukup sederhana agar mudah dipahami oleh setiap orang membacanya.
Penggunaan seven tools tidak harus digunakan secara berurutan. Sebab, kita bisa memakai alat – alat tersebut sesuai dengan kebutuhan penelitian kita.Dalam penyelesaian suatu masalah dengan menggunakan seven tools, kita perlu metodologi untuk mempermudah tahapan dalam menyelesaikan masalah. Sebab, seven tools tidak bisa berdiri sendiri. Perlu adanya metodologi untuk mengelola pengunaan peralatan tersebut. Secara umum seven tools biasanya digunakan bersamaan dengan metode PDCA , DMAIC atau six sigma.
Berikut ini adalah nama – nama dari seven tools atau 7 alat pengendalian kualitas :
1. Check sheet
Check sheet adalah sebuah lembar periksa yang digunakan untuk proses pengumpulan data – data sebelum diolah ataupun dianalisa. Pada umumnya format pembuatan check sheet dibuat sesuai dengan kondisi area kerja jika diperuntukkan sebagai kontrol proses ataupun diperuntukkan untuk pengambilan data dalam penelitian.
2. Diagram pareto
Diagram pareto digunakan untuk mengetahui urutan masalah terbesar berdasarkan frekuensi yang didapatkan dari check sheet. Masalah yang terbesar ditampilkan dalam bentuk grafik paling kiri,sedangkan masalah yang terkecil ditampilkan disebelah kanan. Masalah yang terbesar biasanya akan lebih diutamakan dan segera ditindak lanjuti dari pada masalah yang lain. Bila ingin tahu cara membuat diagram pareto, silahkan klik cara membuat diagram pareto
3. Cause and effect diagram (fishbone diagram)
Cause and effect diagram disebut juga dengan nama fishbone diagram atau diagram tulang ikan. Bisa juga disebut dengan Ishikawa diagram, karena penemunya adalah seorang professor dari jepang yang bernama Kaoru Ishikawa. Cause and effect diagram digunakan untuk menganalisa hubungan sebab akibat berdasarkan faktor 4M. Faktor – faktor tersebut adalah man, material, method, dan machine. Biasanya penggunaan cause and effect diagram adalah kelanjutan tindakan dari hasil analisa diagram parreto yang bertujuan untuk mengetahui akar penyebap masalah
4. Histogram
Histogram adalah alat yang berbentuk grafik yang digunakan untuk mengetahui distribusi data – data dengan melihat seberapa sering nilai itu berbeda dalam suatu perkumpulan data. Dengan bantuan histogram kita bisa melihat variansi data dalam suatu kumpulan data.
5. Control chart
Control chart digunakan untuk monitoring kestabilan suatu proses yang sedang berjalan dari waktu ke waktu. Control chart memiliki central line atau garis tengah sebagai rata – rata, upper control limit sebagai batas kontrol atas dan lower control limit sebagai batas kontrol bawah.
6. Scatter Diagram
Scatter diagram adalah alat yang digunakan untuk menguji seberapa kuat hubungan antara kedua variable data. Kedua variable tersebut dinamakan variable (x) dan variabel (y). Hubungan antara kedua variabel tersebut akan bernilai positif atau negatif. Nama lain dari scatter diagram adalah diagram tebar.
7. Stratification
Stratification adalah alat yang digunakan untuk mengelompokan data ke dalam kategori – kategori yang lebih kecil dan memiliki karakteristik yang sama. Banyak yang menggantikan fungsi dari stratification menjadi flow chart ataupun run chart.
Terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat.

Senin, 21 Januari 2019

PDCA (PLAN, DO, CHECK, ACTION)


Plan, Do, Check, Action (PDCA)
Dalam mendukung sistem persaingan dunia industri yang selalu berkembang, tentunya kita memerlukan tindakan perbaikan berkelanjutan guna mempertahankan eksistensi perusahaan kita. Tindakan perbaikan berkelanjutan tersebut di antaranya yaitu dilakukan melalui metodologi PDCA (Plan, Do, Check, Action). Apa itu PDCA?

PDCA adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan atau yang dikenal dengan continuous improvement dalam bahasa inggrisnya.
Dalam bahasa jepang, dikenal sebagai kaizen. PDCA merupakan suatu metode yang digunakan dalam penyelesaian suatu masalah dengan 4 tahap. Tahapan – tahapan tersebut terdiri dari Plan (merencanakan), Do (melakukan), Check (mengevaluasi) dan Action (melakukan rencana selanjutnya). Di dalam perkembangannya PDCA sering digunakan di industri manufaktur sebagai solusi untuk problem solving (penyelesaian masalah) yang mengganggu kelancaran proses produksi. Selain itu, PDCA bisa juga digunakan sebaai metode untuk meningkatkan kapasitas produksi agar hasilnya lebih maksimal.
Dalam banyak studi kasus, PDCA sering kali digabungkan dengan metode lain atau tools (alat – alat) yang dapat mendukung dalam proses penelitiannya, seperti 7 alat kendali mutu atau yang dikenal sebagai seven tools. Seven tools terdiri dari check sheet, diagam pareto, diagram fishbone, histogram, stratifikasi, diagram scatter, dan statistic proccess control. Dalam prakteknya, tidak semua 7 alat kendali mutu (seventools) dipakai dalam mendukung PDCA, hanya beberapa alat saja yang sekiranya dibutuhkan.
Saya sendiri pernah menggunakan PDCA dengan menggabungkan metode lain untuk mencari penyelesaian masalah kertas putus yang dapat menimbulkan terjadinya downtime (kerugian waktu) di perusahaan saya bekerja, alhasil perusahaan berhasil meningkatkan kapasitas produksinya sebesar 103,33 %, di atas target yang diharapkan yaitu sebesar 6200 ton per bulan (target dari perusahaan adalah sebesar 6000 ton per bulan).
Berikut ini adalah langkah – langkah PDCA yang telah saya terapkan di tempat kerja, antara lain :
1. Plan (merencanakan)
Merupakan tahap awal untuk membuat rencana penyelesaian masalah. Dalam tahap ini saya menggunakan diagram pareto untuk memprioritaskan masalah terbesar dari beberapa penyebab seringnya kertas putus.
2. Do (melakukan)
Merupakan tahapan kedua dari kelanjutan Plan. Dalam tahap ini, saya menggunakan metode why why analysis (5 whys) untuk mencari akar masalah dari prioritas masalah terbesar berdasarkan hasil analisa diagram parreto. Kemudian membuat rencana perbaikan dengan menunjuk seorang penanggung jawab pekerjaan dan disertai batas waktu penyelesaiannya.
3. Check (mengevaluasi)
Merupakan tahapan ketiga dari PDCA. Dalam tahap ini saya menggunakan diagram batang untuk membandingkan dan mengecek apakah setelah melakukan perbaikan – perbaikan tersebut dapat mengurangi waktu downtime yang akhirnya berdampak pada peningkatan kapasitas produksi.
4. Action (tindak lanjut)
Merupakan tahap terakhir dalam PDCA. Dalam tahap ini saya membuat buku panduan, checklist dan jadwal preventive maintenance untuk mencegah masalah tersebut terjadi lagi di lain waktu.
Itulah sekilas pengertian mengenai metodologi PDCA, terima kasih telah mengunjungi blog saya,semoga ilmunya bisa bermanfaat.